أعوذ بالله من الشيطن الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم .لا إله إلاَّ الله .محمد رسو ل الله
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم .لا إله إلاَّ الله .محمد رسو ل الله
الحمد لله رب العا لمين . الصلاة و السلام على رسو ل الله
.اما بعد
EBOOK ORASI-ORASI SANG NABI --> [DOWNLOAD]
Kemampuan untuk berbicara
merupakan salah satu anugerah terbesar yang telah diberikan pada manusia.Dengan
berkembangnya kemampuan ini, bukan saja pada masa sekarang, namun juga pada
masa-masa silam, baik di Yunani, Romawi, maupun di negeri-negeri lain, para
orator ulung dapat mempengaruhi opini public serta mengokohkan kepemimpinan
mereka di tengah-tengah masyarakat.Al-Quran telah menegaskan hal ini dalam
salah satu ayatnya, “Allah telah menciptakan manusia.Dia mengajari mereka
al-bayan, kekuatan untuk menyampaikan” (QS. Al-Rahman, 55:3-4).
Bangsa Arab memberikan perhatian yang sangat besar terhadap bahasa mereka.
”Bangsa Arab”, menurut Hitti, “tidak menciptakan atau mengembangkan sebuah
karya seni yang agung.Bakat artistk mereka diungkapkan hanya melalui satu
media: kata-kata. Dengan keindahan strukturnya yang khas, bahasa Arab secara
mengagumkan dapat mengungkapkan kata-katanya dengan kalimat yang pendek, tajam,
dan epigramatik (bermakna dalam).”
Di jazirah Arab, sebelum Islam datang, kefasihan berorasi dianggap sebagai
anugerah yang besar, hanya setingkat di bawah kemampuan bersyair. Pada awalnya
seorang orator mendapatkan penghormatan yang lebih rendah dari seorang penyair.
Namun, setelah para penyair merendahkan diri mereka dengan menerima upah dan
pemberian untuk tulisan dan puisinya, tingkatan orator naik mengalahkan
penyair.
Nama-nama sejumlah orator Arab sebelum kedatangan Islam telah disampaikan pada
kita oleh para sejarawan dan berbagai literatur. Adi bin Zayd al-Abadi,
Khuwaylid bin Amr al-Ghatfani, al-Usyara bin Jabir, Ka’ab bin Luwayy, Ibnu
Ammar al-Tayi, Arm bin al-Ahtamm al –Minqari, al-Zibriqan bin Badr, dan
Suhayl bin Arm al-Qarasyi adalah beberapa nama orator yang disebutkan oleh
al-Jahiz dalam bukunya, Al-Bayan Wa Al-Tabyin. Salah satu orator ternama adalah
Quss bin Sa’idah, yang beberapa orasinya dihadiri oleh Muhammad SAW ketika
masih muda.
Beberapa orasinya,
setidaknya beberapa bagiannya, telah diabadikan oleh beberapa penulis Arab.
Orasi-orasinya menggambarkan model seni berpidato pada masa Arab pra-Islam dan
memberikan kita gambaran atas orasi-orasi terbaik dari orator-orator Arab
pra-Islam, serta gambaran atas gaya dan metodenya dalam memperlakukan topic
utama pembicaraan. Pidato-pidato Quss ini telah menginpirasi Muhammad. Berikut
ini adalah salah satu contohnya:
“Wahai manusia! Berhimpunlah! Dengar, dan ingatlah! Siapa pun yang hidup akan
mati. Siapa pun yang mati akan lenyap. Dan setiap yang akan datang sudah
dekat.”
Quss juga berpidato, “Di dalam hal-hal berikut ini terdapat tanda-tanda yang
pasti (tidak diperdebatkan lagi), yakni: hujan dan tetumbuhan, para bapak dan
para ibu, setiap yang pergi (meninggal) dan yang datang (lahir), bintang
gemintang yang bergerak dan lautan yang tak dapat diselami, atap yang tinggi
(langit) dan tempat tinggal yang telah tersedia (bumi), malam yang gelap dan
langit yang memiliki gugusan bintang. Mengapa ini terjadi, bahwa aku melihat
manusia mati dan tidak kembali? Apakah mereka merasa betah sehingga mereka
tinggal di sana selamanya, atau apakah mereka tertawan hingga jatuh tertidur?”
Pidato Quss lainnya, “Wahai orang-orang Iyad! Di manakah gerangan kaum Tsamud
dan Ad? Di manakah para bapak dan moyang?Di manakah kebaikan yang tidak
disyukuri; di manakah kezaliman yang tidak ditentang? Quss bersumpah dengan
nama Allah, bahwa Allah memiliki suatu agama yang lebih diridhai oleh-Nya
ketimbang agama kalian sekarang ini.”
Bisa dicatat dahwa gaya seorang orator ulung adalah sederhana, bebas dari
masuknya unsur metafora, dan jauh dari pengambilan ide-ide yang sama ataupun
berpanjang-panjang dalam pembukaan.Kalimat-kalimatnya pendek. Metodenya
langsung. Mereka menarik perhatian pendengarnya dengan menggambarkan alam beserta
fenomena-fenomenanya, peristiwa-peristiwa bersejarah, ingatan yang masih segar
dalam kepala mereka, lalu menyampaikan pemikiran mereka pada pendengarnya.
Sudah menjadi kaidah umum dalam bahasa Arab bahwa pidato yang ideal adalah yang
bersifat A r @ % $ H Q x 6 # z “Pidato terbaik
adalah yang singkat dan berkesan.”
Kaidah ini menjadi model pidato bangsa Arab hingga awal kekhalifahan
Umayyah.Pada masa itu semua pidato penting bangsa Arab yang sampai pada kita
secara umum memiliki cirri yang sama.Pada khalifah awal, gubernur, dan
pemimpin-pemimpin kabilah memiliki gaya pidato yang serupa.
Pidato Abu Bakar, Khalifah
Pertama
Saat dipilih sebagai khalifah, dia naik ke atas mimbar lalu menatap orang-orang
di depannya seraya berkata:
“Wahai manusia, sungguh aku telah diamanati untuk mengurus urusan kalian,
padahal aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Namun, Al-Quran telah
diturunkan, dan Rasul SAW telah mengajarkan Sunnah, dan kita telah
mempelajarinya. Ketahuilah, sesungguhnya kebajikan yang paling baik adalah
taqwa; sedangkan kebodohan yang paling bodoh adalah berbuat dosa. Sesungguhnya,
bagiku, orang yang paling kuat di antara kalian adalah justru orang yang paling
lemah hingga aku mengambil darinya (orang yang kuat) hak untuknya (orang yang
lemah), sedangkan orang yang paling lemah di antara kalian adalah justru orang
yang paling kuat hingga aku mengambil hak (orang lemah) dari orang kuat itu.
Wahai manusia, sesungguhnya aku hanyalah pengikut (jalan Rasul SAW), bukan pembuat
ajaran baru. Oleh sebab itu, jika aku berbuat benar, maka bantulah aku. Dan
jika aku berbuat salah, maka koreksilah aku.”
Pidato Umar, Khalifah Kedua
Setelah dipastikan
terpilih sebagai khalifah, Umar berpidato .
Setelah memuji Allah dan memuliakan Rasul-Nya, dia berkata:
“Sesungguhnya aku telah diuji dengan kalian, dan kalian diuji denganku.Aku
menjadi khalifah di tengah-tengah kalian setelah dua sahabatku.Barang siapa
berada di pihak kami, maka kami akan memperlakukannya seperti perlakuan kami
terhadap diri kami sendiri, meskipun ia tidak hadir di tengah-tengah kami.Kami
akan menunjuk pemimpin dari kalangan orang-orang yang kuat dan amanah.Barang
siapa berbuat kebaikanl, maka kami akan menambahkan kebaikan padanya.Dan barang
siapa melakukan keburukan, semoga Allah mengampuni kami dan kalian semua.”
Tipe Pidato al-Hajjaj*
(Seorang gubernur pada masa
Dinasti Umayyah )
Pemberontakan terjadi di seluruh kawasan Irak (Mesopotamia), al-Hajjaj diangkat
menjadi gubernur. Dia telah menaklukkan pemberontakan di Kufah, lalu ia menuju
Basrah, tempat gerakan ekstrem yang melawan Umayyah, di mana ketika itu Basrah
masih di bawah pemerintahan pemberontak. Al-Hajjaj terus menuju masjid yang
saat itu dipenuhi oleh orang-orang berkumpul untuk shalat. Dia naik ke mimbar
dan menyampaikan sebuah pidato yang menggelegar. Dia berkata:
“Wahai
manusia, barang siapa digerogoti oleh penyakit, maka bersamakulah obatnya.
Barang siapa ajalnya masih lama, maka tugaskulah untuk mempercepatnya. Barang
siapa kepalanya membebaninya, maka aku akan melepaskan bebannya itu.Barang
siapa usia hidupnya sudah terlalu panjang, maka aku akan memperpendek sisa
usianya. Sesungguhnya setan memiliki murka, sedangkan penguasa memiliki pedang.
Barang siapa menentang, maka sah baginya mendapatkan siksa. Barang siapa
direndahkan oleh dosanya, ia akan diangkat oleh salibnya. Barang siapa tidak
merasa lapang dengan kesehatannya, maka ia tidak akan merasa sempit dengan
kebinasannya.
Aku
mengingatkan, dan aku tidak akan menunggu. Aku memperingatkan, aku tidak akan
menerima pembelaan diri. Aku mengancam, dan aku tidak akan memberikan
ampunan.Kelembutan pemimpin-pemimpin kalian telah membuat kalian manja.Barang
siapa ikat pinggangnya longgar, maka adabnya akan buruk.Sungguh, kebijahsanaan
dan tekadku telah merampas cambukku dan menggantinya dengan pedang. Tangkai
pedang itu ini berada dalam genggaman tanganku, sedangkan sarungnya tergantung
di leherku, sementara rumbainya akan mengalungi siapa saja yang menentangku.
Demi Allah, barang siapa yang kuperintahkan untuk keluar dari salah satu pintu
masjid ini, namun lalu ia justru keluar dari pintu yang lain, aku akan menebas
lehernya.”
*Al-Hajjaj ini adalah
komandan perang pada masa Yazid bin Muawiyah, yang telah memerintahkan
pembunuhan dan pemenggalan kepala Husein, cucu Rasulullah.
Orasi-orasi yang beragam, dari orator-orator yang berbeda, dari masa yang
berlainan, mengenai masalah yang bermacam ini nampak mirip satu sama lain dalam
cirri khas gaya dan metode pendekatan.Metode pendekatan mereka atas suatu pokok
bahasan adalah langsung.Bahasa mereka mudah dan mengalir, bebas dari ambiguitas
dan ornamentasi atau artifisialitas, sebuah contoh ideal pidato orang-orang
Arab.
Meskipun demikian, orang-orang Arab pada masa pra-Islam mengembangkan
formalitas-formalitas eksternal tertentu berkenaan dengan pidato mereka.Seorang
orator, sesuai aturan, harus mengenakan sorban saat menyampaikan
pidatonya.Mereka memegang tongkat yang terbuat dari kayu atau besi, atau
sebilah pedang (khususnya di medan perang), sebuah tombak, sebuah busur atau
anak panah di tangannya.Mereka selalu menyampaikan pidato mereka sambil
berdiri, kecuali pada sambutan pernikahan.Mereka berdiri di tempat yang tinggi,
bisa berupa panggung atau di punggung unta.Mereka jarang sekali bersyair dalam
pidato mereka yang panjang.
* * *
Semua nabi, tampaknya, membutuhkan kecakapan dalam seni orasi persuasif. Mereka
harus bisa meyakinkan masyarakat untuk percaya dan bertindak sesuai dengan
prinsip dan ajaran yang dibawa oleh mereka. Mereka tidak pernah menggunakan
kekerasan untuk mencapai tujuan.
Padahal, hanya sedikit dari mereka yang memiliki kecakapan tersebut.
Satu-satunya alat yang dapat mereka gunakan adalah ketulusan serta kelancaran
berbicara. Ada buhul di lidah sebagian mereka (wahlul ‘uqdatan min lisani W $ ¦ 9 ` H o ) ã @ 9 t # r –Al-Quran). Karena
itu, tidaklah jika kita berpikiran bahwa nabi-nabi yang utama & berhasil
(dalam menyampaikan risalahnya) telah dianugerahi bakat berorasi yang baik.
Bangsa
Arab mengklaim dirinya sebagai bangsa yang paling pandai dalam berpidato dan
menanamkan bangsa lain dengan sebutan ‘ajam (N $ ÀÀ $ g ã -kelu, tidak fasih
berbicara).Di antara bangsa Arab ada dua suku yang secara khusus dianggap mahir
dalam berpidato, yaitu suku Quraisy dan Hawazin.Muhammad adalah keturunan
Quraisy yang masa kecilnya berada di tengah-tengah suku Hawazin. Sebagai rasa
syukurnya pada Allah, beliau berkata: “Aku adalah yang terfasih di antara
bangsa Arab.” Dalam kesempatan lain beliau pun pernah berkata: “Di antara
kalian, akulah yang paling fasih. Kelahiranku di tengah-tengah suku Quraisy dan
lidahku adalah Banu Sa’at (bagian dari suku Hawazin).” Bakat alami beliau yang
istimewa ini terus terasah di bawah pengaruh keluarga dan lingkungannya. Beliau
diyakini telah dianugerahi bakat ini secara khusus oleh Allah. Beliau berkata: “Aku
telah diutus oleh Allah dengan kemampuan berbicara yang utuh dan menyeluruh ( P x 5 9 # ì I # q Ù ).”
Sepanjang 23 tahun perjalanan hidupnya sebagai seorang nabi, Muhammad SAW telah
menyampaikan banyak sekali orasi. Orasi-orasi beliau diabadikan dan dituliskan
dalam catatan-catatan kecil oleh para ahli sejarah, penulis biografi, dan ahli
sunnah. Namun, belum ada upaya untuk mengumpulkannya dalam suatu bentuk yang
sistematis. Padahal, ini adalah hal yang sangat penting. Karena orasi-orasi
beliau tidak hanya menggambarkan salah satu bentuk utama orasi-orasi bangsa
Arab pada masanya, namun juga diharapkan dapat menjadi cahaya kebenaran atas
beragam masalah-masalah keagamaan serta peristiwa bersejarah.
Sepanjang masa kenabiannya, setiap perkataan-perkataan serta perbuatan
sehari-hari Nabi Muhammad selalu mengajarkan dan memberi penekanan pada pentauhidan
Allah serta pengakuan terhadap kemahakuasaan-Nya. Beliau selalu berusaha dengan
sungguh-sungguh agar perhatian masyarakat terpusat pada kalimat tauhid.Orasi
merupakan cara utama beliau menyampaikannya.Dasar-dasr agama Islam merupakan
inti dari semua orasi-orasinya. Beliau menyampaikan orasi untuk menyampaikan
perintah sehari-hari, menyemangati umat muslim di medan perang, untuk
mendamaikan dua kelompok yang berseteru, serta meluruskan kesalahpahaman di
antara orang-orang muslim. Topik utama setiap orasinya ialah moral,
perkembangan agama & spiritual manusia.
Dalam hal formalitasformalitas eksternal, beliau hampir selalu mengikuti
kebiasaan yang berkembang pada masa pra-Islam yang telah digambarkan pada
pembahasan sebelum ini. Namun, dalam formalitas internal beliau memperke-nalkan
ciri khas yang baru. Beliau selalu memberi hormat pada para pendengarnya
sebelum memulai pidatonya, dan pidatonya sendiri selalu diawali dengan memuji
Allah dan mengucapkan dua kalimat syahadat lalu diakhiri dengan mendoakan
keselamatan bagi pendengarnya serta berdoa memohon ampunan Allah.
Pada hari-hari perayaan, beliau secara terpisah berbicara pada kaum wanita usai
lebih dahulu berbicara di hadapan kaum pria. Umumnya beliau mendorong mereka
untuk berzakat. Kadang beliau berdiri menyampaikan sebuah khutbah dan
menyenangkan dirinya dengan melantunkan ayat-ayat Alquran. Beliau sering
membaca surat Qaaf (QS.50) dan kadang-kadang surat-surat Quran lainnya. Dalam
orasinya, ada beberapa kalimat yang sering beliau ulang, kurang lebih adalah
sebagai berikut:
“Perhatikanlah, kitab yang terbaik adalah Kitabullah. Pedoman yang terbaik
adalah pedoman Muhammad. Hal yang paling buruk adalah bid’ah (mengada-ada dalam
agama). Semua bid’ah adalah sesat. Setiap yang akan datang adalah dekat dan
masa depan tidak pernah jauh. Apapun yang telah ditakdirkan akan terjadi. Allah
tidak akan menjadi tergesa-gesa karena tergesa-gesanya seseorang.Jika Allah
menghendaki sesuatu, meskipun manusia menginginkan yang lain, apa yang Allah
kehendaki akan terjadi. Tidak ada seorang pun yang dapat menjauhkan apa yang
didekatkan Allah. Tidak ada satu hal pun yang dapat terjadi kecuali atas
kehendak Allah,” dan lain-lain.
Pidato beliau selalu tersusun dari kalimat-kalimat yang sederhana.Namun jika
beliau ingin menekankan suatu hal, beliau akan menyampaikannya dalam bentuk
pertanyaan dan jawaban, lalu mengulang-ulang salah satu kata atau kalimat dua
kali atau tiga kali seperti yang terdapat pada orasi yang ditujukan pada kaum Anshar
(orasi no.15) di Ji’ranah dan pidato beliau ketika Haji Wada (orasi no.25 dan
no.26).
Pidato beliau sangat efektif. Hal ini karena beliau selalu bersungguh-sungguh
dan sangat serius dengan apa yang disampaikannya. Sehingga ketika beliau berbicara
wajahnya akan berubah warna dan tubuhnya bergetar. Sesekali beliau akan menutup
dan membuka kepalan tangannya.Jabir meriwayatkan bahwa ketika Nabi menyampaikan
pidatonya matanya menjadi merah, suaranya meninggi, dan beliau diliputi emosi
seakan-akan beliau sedang mempersiapkan suatu kabilah untuk menyambut pasukan
musuh serta mengancam mereka dengan berkata: “Mereka (pasukan musuh) sudah di
ujung mata! Pada saat fajar atau malam hari mereka akan datang dan menjarah
kalian!”
Kata-kata beliau begitu mengesankan sehingga kadang-kadang mata para
pendengarnya dipenuhi air mata dan tidak jarang mereka menangis dengar suara
yang keras.Pidatonya dapat menghentikan pertumpahan darah dan perang antar
kabilah, seperti antara kabilah Aus dan kabilah Khazraj.Selain itu,
pidato-pidatonyalah yang menyatukan bangsa Arab yang terpecah-belah ke dalam
sebuah negara Islam yang kuat di bawah panji bulan sabit.Di bawah panji inilah
kerajaan Allah dapat tersebar hingga ke semenanjung Atlantik, Perancis, dan
bahkan sampai ke India dan perbatasan Cina hanya dalam waktu satu abad.
Rasulullah akan menyampaikan pidatonya pada saat-saat yang menurut beliau
penting.Namun ada beberapa waktu khusus yang tidak pernah beliau lewatkan,
seperti khutbah Jumat, dua hari raya, saat gerhana matahari dan bulan, dan
kenduri pernikahan.Pidato-pidato yang beliau sampaikan pada momen-momen yang
disebutkan di atas biasanya lebih panjang daripada pidato biasa.Kalimat-kalimat
beliau layaknya para orator Arab di masa-masa sebelumnya, yaitu singkat dan
padat.Pidato-pidato pada awal kenabiaannya kebanyakan singkat.Mendekati akhir
hayatnya (811 H) barulah beliau menyam-paikan beberapa pidato yang panjang,
seperti pada masa Futuh(Penaklukan) Mekkah (8 H), gerhana matahari
(10 H), HajiWada’ (Perpisahan), dan pidato terakhir beliau yang
disampaikan lima hari sebelum beliau wafat.Dalam pidato-pidato tersebut beliau
banyak membahas permasalahan mendasar umat Islam, khususnya mengenai
masalah-masalah sosial.
Ketika sedang berpidato dan ada suatu peristiwa penting terjadi, beliau akan
hadir menyaksikan kejadian tersebut, lalu beliau akan kembali dan melanjutkan
pidato beliau yang terpotong.Suatu ketika seorang miskin, Sulayk dari kabilah
Ghathafan, masuk ke masjid ketika Rasulullah sedang menyampaikan khutbah
Jum’at.Rasul ditanya perihal melaksanakan shalat dua rakaat sebelum
khutbah Jum’at.Rasul menjawab dengan diam.Beliau memerintahkan untuk
melaksanakan shalat sementara beliau sendiri menunggu di atas mimbar hingga
orang tersebut menyelesaikan shalatnya.Setelah itu beliau melanjutkan
khutbahnya.
Khutbah pada hari Jum’at dan dua hari raya merupakan bagian tak terpisahkan
serta merupakan bingkisan hadiah dalam ritual agama Islam semenjak masa
kenabian.Dan sejak itu pula khutbah-khutbah ini memainkan peran penting dalam
sejarah politik Islam.Di lalu hari, menyebutkan nama seorang khalifah, yang
tengah berkuasa, dalam sebuah pidato, meski tidak diharuskan, menjadi sebuah
kebiasaan.Sedangkan dengan sengaja tidak menyebutkan nama khalifah yang tengah
berkuasa melambangkan pemberontakan atau pembangkangan seorang khatib atau
orator.Namun, pidato seperti ini biasanya karena ada pesanan dari seorang
khalifah (ini bermula sejak Marwan berkuasa), tidak berkaitan sama sekali
dengan kesederhanaan khutbah pada masa awal Islam.
Pada buku ini saya telah mencoba sedapat mungkin menghimpun pidato-pidato Nabi
yang memiliki penanggalan yang sudah jelas dan sedapat mungkin menyusunnya
secara kronologis.Pekerjaan menghimpun bagian-bagian orasi yang terpisah-pisah
pada banyak kitab dari berbagai belahan tempat lalu menyaji-kannya ke dalam
sebuah bentuk yang utuh dan saling bertalian merupakan sebuah pekerjaan yang
sangat sulit.Meskipun topiknya sangat luas dan waktu yang saya miliki pendek,
saya yakin, saya mampu mengatasi kendala-kendala tersebut, setidaknya hingga
suatu tingkat tertentu.
Sebagai langkah awal, saya mengumpulkan semua bagian yang terpisah-pisah, yang
menurut saya memiliki benang merah, yanf dapoat saya temukan.Saya lalu mempelajari
bagian-bagian yang penting, memisahkan bagian-bagian yang tidak sejenis secara
hati-hati, lalu menyusun mereka berdasarkan urutan temanya.Dalam banyak kasus,
penyusunan beberapa bagian dari orsi-orasi ini, sampai tingkatan tertentu, saya
sendiri yang melakukan-nya.Dalam beberapa kasus lain, saya mengacu pada urutan
yang telah disusun oleh beberapa tokah seperti Qoyyim, Ibnu Hazm, dan
lainnya.Namun dapat dicatat bahwa saya sma sekali tidak pernah menmbahkan satu
pun huruf maupun kata ke dalam orasi-orasi yang telah saya susun ini.
Dan, beberapa bagian dari
narasi-narasi yang tidak selaras telah saya kesampingkan, dan dalam kasus
seperti ini saya berupaya untuk memastikan bahwa susunan saya sesuai dengan
referensi-referensi lain yang terpercaya.Jika ditemukan kasus di mana ada
sumber yang berbeda mengenai suatu konteks atau tema, saya mengikuti yang lebih
terpercaya dan dapat diterima oleh akal sehat.Namun dalam beberapa kasus
pekerjaan saya lebih mudah karena bagian-bagian tersebut sudah lengkap dan
tersistematis untuk membentuk sebuah orasi.Saya pun tidak memasukkan rangkaian
sanad serta kalimat-kalimat (matan) yang bukan merupakan bagian dari pokok
utama orasi.Contohnya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pendengar serta
jawabannya, dan lain-lain.
Saya mengunakan kitab-kitab berikut sebagai sumber dari penyusunan orasi-orasi
yang dimuat dalam buku ini:
1. Shahih
al-Bukhari, suntingkan Ahmad Ali Saharanfuri.
2. Shahih
Muslim dengan komentar dari Imam Nawawi.
3. Jami’
al-Tirmidzi.
4. Sunan
al-Nisa’I.
5. Sunan
Abu Dawud.
6. Sunan
Ibnu Majah.
7. Misykat
al-Mashabih.
8. Awn
al-Ma’bud.
9. Al-Mawahib
al-Laduniyyah, suntingan Mustafa Afendi Syahin.
10. Al-Muwaththa
Imam Malik.
11. Zad
al-Ma’ad, Ibnu Qayyim al-Jawziyyah, diedit di Maimaniyah, Mesir.
12. AL-Thabaqat,
Ibnu Sa’d, diedit oleh Brill di Leiden.
13. Al-Sirah
al-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, edisi Mesir.
14. Al-Sirah
al-Nabawiyah, al-Zaini, edisi Mesir.
15. Al-Sirah
al-Nabawiyah, al-Halabi, diedit Afendi Mushthafa di Mesir.
16. Muntakhab
Kanz al-‘Ummal.
17. Al-Targhib
wa al-Tarhib, edisi Mesir.
18. Al-Bayan
wa al-Tabyi, al-Jahizh, edisi Mesir.
19. Sirah
al-Nabi, Syibli Nu’mani.
20. Encyclopaedia
of Islam.
21. Nihayat al-Adab, al-Nuwairi.
(Istilah Amma Ba’du yang
tidak ikut diterjemahkan dapat diartikan sebagai kini saatnya membahas,
baiklah, selanjutnya , peny)
ORASI PERTAMA
Di Mekkah, ketika turun
ayat Ai-Quran yang berbunyi ‘Berilah peringatan pada ke luarga
terdekatmu’, Nabi SAW naik ke bukit Shafa dan meminta kaum Quraisy untuk
berkumpul bersama.Ketika mereka telah berkumpul, beliau menyampaikan pidato
berikut ini.Besar kemungkinan ini merupakan pidato beliau yang pertama (sebagai
Rasul):
“Bagaimana
menurut kalian,seandainya aku beritahukan pada kalian bahwa ada sepasukan
berkuda menaiki bukit ini hendak menyerang kalian.Apakah kalian percaya
padaku?”Mereka berkata,“Ya, Bagi kami, engkau adalah sosok tanpa cela.Dan kami
tidak pernah menyaksikanmu kecuali selalu benar.”
Beliau bersabda, “Sesungguhnya perumpamaanku dengan kalian adalah seperti
seorang lelaki yang melihat musuh, lalu ia bergegas untuk mengingatkan
kaumnya.Namun, ia khawatir jika musuh tersebut lebih dulu sampai pada kaumnya
dan menyerang mereka sebelum ia sempat meberitahu mereka.Oleh sebab itu, ia
teriak,’Waspadalah terhadap serangan fajar.’Sungguh aku adalah seorang pemberi
peringatan bagi kalian dari azab yang pedih.
“Wahai keturunan Abdul Muththalib, wahai keturunan Abdu Manaf, wahai keturunan
Zuhrah, -seterusnya beliau menyebutkan cabang-cabang keturunan Quraisy-sungguh
Allah telah memerintahkan aku, ‘Dan aku sungguh tidak dapat memberikan manfaat
apa pun bagi kalian baik di dunia maupun di akhirat kecuali jika kalian
mengucapkan ‘Tiada Tuhan selain Allah.’”
Dalam Shahih al-Bukhari, halaman 385 dan 702, dan Misykat, halaman 460 (Indhar)
beberapa kata dalam khutbah yang disampaikan oleh Nabi SAW tersebutbisa
ditemukan, yakni setelah turun ayat, “Berilah peringatan pada keluarga
terdekatmu.”Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW lalu berdiri dan bersabda :
“Wahai orang-orang Quraisy, -atau dengan penggilan yang semisal-tebuslah diri
kalian, karena aku tidak dapat memberikan manfaat apa pun bagi kalian dari
(murka) Allah.Wahai keturunan Abdu Manaf, aku tidak dapat memberikan manfaat
apa pun bagimu dari (murka) Allah.Wahai Abbas bin Abdul Munthalib, aku tidak
dapat memberikan manfaat apa pun bagimu dari (murka) Allah.Wahai Fathimah
(puteri Rasulullah), mintalah dariku apa saja yang kau mau dari hartaku, tetapi
aku tidak dapat memberikan manfaat apa pun bagimu dari (murka) Allah.”
0 comments:
Post a Comment